Jumat, 23 April 2010

Dinamika relasi Australia- Amerika Serikat : tantangan aliansi pasca War on Terrorism

Australia adalah negara yang boleh dikatakan sebgai sekutu paling setia AS di dunia setelah Inggris Raya. Australia secara tegas mendukung kebijakan AS sejak Perang Dunia II, hingga Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Teluk 1991, dan baru-baru ini perang di Afghanistan dan Irak. AS Serikat telah menjadi faktor penting dalam kebijakan pertahanan Australia selama lebih dari 60 tahun dengan pemberian jaminan keamanan yang kuat untuk Australia, termasuk penangkal nuklir yang diperluas. Postur pertahanan Australia diperkuat dengan akses ke intelijen AS, selain itu, bidang pendidikan, senjata dan militer juga mendapatkan perhatian dari AS. Namun, untuk pertama kalinya sejak Perang Vietnam, muncul perdebatan di Australia mengenai apa yang sebenarnya AS harapkan dari aliansi kedua Negara dan tentang arti kekuasaan AS di era kontemporer bagi Australia. Jurnal kali ini membahas dinamika hubungan Australia-AS dengan menganalisis kekuatan hubungan tersebut, hambatan yang muncul dan bagaimana prospek hubungan di masa depan.

Sebuah aliansi bukan hanya merupakan produk dari perhitungan rasional kepentingan nasional. Namun juga melibatkan nilai-nilai bersama, sistem kepercayaan, dan sejarah kerja sama. Australia dan AS telah lama berbagi nilai-nilai demokrasi dan keyakinan. Australia dan AS berbagi penggunaan bahasa Inggris dan keduanya merupakan negara berukuran besar bekas koloni Kerajaan Inggris. Namun terdapat perbedaan penting dilihat dari aspek sejarah dan geografi. Pengalaman sejarah AS tercermin dari warisan religius dan pengalaman dari ideologi liberal klasik yang dapat dilihat dalam Deklarasi Kemerdekaan AS Serikat dan Konstitusi. Agama dan liberalisme klasik, secara bersamaan membentuk aspek-aspek budaya politik AS. Sementara itu, nation building di Australia dibentuk oleh budaya keras warisan narapidana, kekeringan, dan perasaan inferior menciptakan pola pikir yang skeptis, sinis dan penuh kecurigaan. Agama tidak memainkan peran penting dalam politik Australia dan di Australia rasa nasionalisme tidak begitu kuat seperti yang dilakukan oleh AS. Maka, kedepannya, bukan hal yang patut dipertanyakan lagi alasan kedekatan Australia dengan negara-negara besar seperti Kerajaan Inggris di masa pasca perang dunia dan Amerika Serikat pasca perang dunia II.

Ikatan yang menghubungkan kedua negara mencakup seluruh spektrum hubungan internasional - dari sektor perdagangan, ekonomi, budaya, lingkungan politik dan kontak kerjasama pertahanan. Perdagangan dua arah mencapai hampir $ 26 miliar pada tahun 2006 dan terhitung lebih dari 459.700 orang Amerika mengunjungi Australia pada tahun 2007. Pada bulan September 2007, Amerika Serikat dan Australia menandatangani perjanjian pertukaran pelajar dan program ekskursi untuk pertama kalinya. Persahabatan yang kuat tersebut diperkuat oleh berbagai kepentingan umum dan pandangan yang sama pada kebanyakan isu-isu internasional. Pemerintah Australia dan pihak oposisinya bahkan sepakat bahwa keamanan Australia tergantung pada hubungan dengan Amerika Serikat. Kedekatan aliansi kedua negara terlihat pula dari kunjungan presiden AS ke Australia (pada tahun 1991, 1996, 2003, dan 2007), seorang Wakil Presiden berkunjung pada Februari 2007, dan Perdana Menteri Australia melakukan kunjungan ke Amerika Serikat setiap tahun sejak 1995 hingga tahun ini.

Terdapat beberapa perjanjian bilateral maupun multilateral yang disepakati oleh kedua negara. Seperti Australia-U.S. Free Trade Area (AUSFTA) dan ANZUS yang disepakati bersama New Zealand. Secara substansial, kesepakatan ini cukup komprehensif mencakup hubungan perdagangan, pertahanan dan investasi. AUSFTA juga menciptakan berbagai kelompok kerja berkelanjutan dan komite yang dirancang untuk mengeksplorasi lebih lanjut reformasi perdagangan dalam konteks bilateral. Dalam perjanjian multilateral, keduanya bekerja sama dengan sangat erat di World Trade Organization (WTO), dan keduanya juga merupakan anggota aktif di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Sejumlah lembaga AS juga secara aktif melakukan kegiatan ilmiah di Australia. Pada tahun 2005, perjanjian bilateral tentang iptek diperbarui. US National Aeronautics and Space Administration (NASA) menyatakan bahwa Australia merupakan wilayah yang penting karena sejumlah fasilitas pelacakan vital program luar angkasa AS terletak di negara ini. Pada tahun 2001, AS dan Australia menandatangani perjanjian pajak baru dan perjanjian jaminan sosial.

Setidaknya terdapat dua poin penting yang menunjukkan kelemahan hubungan aliansi AS dan Australia. Pertama, dalam mendukung kebijakan WoT AS, Australia telah mengeluarkan banyak dana untuk menyediakan pasukan tempur di Afghanistan dan Irak dan untuk mengembangkan kemampuan kontraterorisme. Hambatannya muncul ketika AS membuat tuntutan politis mengenai perang terorisme terutama di negara-negara Asia Tenggara yang dianggap pusat terorisme di Asia yang secara geografis berbatasan dengan Australia. Kedua, Angkatan Pertahanan Australia yang relatif kecil hanya sekitar 52.000 pasukan secara total dan 20.000 cadangan dihadapkan dengan berbagai kebijakan perang AS menyebabkan sektor pertahanan Australia memiliki beban yang lebih berat. Hal ini terlihat saat Perang Irak terjadi, Australia mengirim 2.200 pasukan, termasuk pasukan khusus dan komando, pesawat tempur dan pengawasan elektronik pesawat terbang, kapal perang permukaan, dan izin penyelam. Namun, ditengah-tengah upaya pertempuran tersebut, mereka ditarik kembali untuk dikirim ke Kepulauan Solomon di Pasifik Selatan.

Hal yang perlu ditilik lebih jauh adalah apakah masyarakat Australia sendiri setuju dengan kebijakan yang sangat “Amerika” tersebut. Sebuah survey yang dilakukan oleh The Lowy Institute Poll 2005 menunjukkan bahwa sebenarnya 68 persen rakyat Australia menganggap bahwa negara mereka terlalu memperhatikan pandangan dari AS dalam kebijakan luar negerinya, dengan 32 persen mengatakan bahwa mereka sangat khawatir tentang kebijakan luar negeri AS dan 25 persen menjadi cukup khawatir. Meskipun demikian, 58 persen warga Australia memiliki perasaan positif tentang AS Serikat, dengan 39 persen menjadi negatif.

Menurut penulis, hubungan yang terjalin pada dua negara ini setidaknya benar-benar merupakan bentuk aliansi yang cukup solid. Hal ini telah disepakati oleh sebagian besar pengamat hubungan internasional khususnya yang mendalami dinamika aliansi Australia-AS. Hubungan yang terjalin ini diprediksi akan tetap lancar hingga dalam esainya mengenai prospek hubungan AS-Australia, David Mosler menyebutkan bahwa ada kemungkinan Australia akan menjadi negara bagian AS yang ke 51. Prediksi ini sebenarnya menunjukkan secara tidak langsung adanya perasaan inferior Asutralia pada AS sehingga kemungkinan yang ada menunjukkan bahwa Australia menjadi “bawahan” AS. Terlebih lagi mengingat kesetiaan yang cukup tinggi yang ditunjukkan Australia lewat keikutsertaannya dalam setiap perang AS, maka Australia merupakan basis aliansi AS yang sangat penting di wilayah Asia Pasifik. Masyarakatnya yang berpendidikan dan berideologi barat ikut mempermudah pemeliharaan aliansi tersebut.


Daftar pustaka :
Paul Dibb et al.2004. "Understanding Goliath: on the sources of American conduct," The Australian Financial Review.
Rothstein, Robert L. 1968. Alliances and Small Powers.New York: Columbia University Press.
.
The Lowy Institute Poll 2005 (Sydney: Lowy Institute for International Policy, March 28, 2005.
Barnett, Thomas P.M. 2004. The Pentagon's New Map.New York: G.P. Putnam's Sons.
Blumenthal, Dan. 2005. "Alliance takes diverse China roles," The Australian.
Hathaway, Robert M. 2005. "George Bush's Unfinished Asian Agenda," Foreign Policy Research Institute, diakses pada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar