Jumat, 23 April 2010

Kekuatan - Kekuatan Ekonomi Selandia Baru

Selandia Baru merupakan salah satu dari sedikit negara yang berhasil mengembangkan sector unggulannya dalam bidang agrikultur dan peternakan dalam meraih kemakmuran nasionalnya. Meskipun negara ini sempat mengalami stagnasi pada dekade 50-60an karena bergabungnya Inggris sebagai mitra impor terbesar kedalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Selandia Baru membuktikan bahwa dengan memaksimalkan produksi dan kebijakan deregulasi pasar, negara ini berhasil mencapai posisi sebagai salah satu negara termakmur di dunia. Untuk lebih memahami kondisi perekonomian negara ini, jurnal kali ini akan membahas dinamika perekonomian Selandia Baru dengan titik focus pada sejarah perekonomian dan kebijakan – kebijakan yang diambil hingga perkembangan perekonomian kontemporer.

Economic Outlook
• GDP (2008) : U.S. $127 milyar (NZ $177.5).
• Pendapatan Per Kapita : U.S. $29,855.
• Nilai Tukar : U.S. $1 = NZ $1.388 (U.S. $0.72 = NZ $1).
• Sumber Daya Alam : Timah, gas alam, bijih besi, batu bara.
• Partner ekspor : Australia 23.1%, US 10.1%, Jepang 8.4%, China 5.8%.
• Partner impor : Australia 18.1%, China 13.2%, US 9.5%, Jepang 8.3%,
• Produk : dairy products, daging, produk hutan, industri

Dinamika Ekonomi
Sejak Selandia Baru terlibat dalam Perang Dunia II, negara ini telah secara serius mengembangkan agrikultur sebagai basis dari kehidupan perekonomiannya. Pada tahun 1950 hingga 1960an, Selandia Baru berhasil mencapai full employment. GDP naik 4 persen dan harga produk agrikultur (terutama Wool) naik seiring dengan pecahnya perang Korea. Tetapi, dalam periode ini, perekonomian Selandia Baru dilain pihak juga memperlihatkan tanda-tanda kemunduran. Pada tahun 1962, Kementerian Ekonomi dan Moneter menyatakan bahwa ekonomi Selandia Baru berada dalam tingkat produktivitas dan perdagangan yang sangat rendah. Bahkan periode ini merupakan periode terburuk bagi perekonomian Selandia Baru. Akhir decade 60an, Selandia Baru dihadapkan pada permasalahan ketidakseimbangan BoP. Pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi protektif untuk menjaga standar hidup tinggi masyarakatnya ditengah pinjaman luar negeri yang terus membengkak. Permasalahan ekonomi tersebut mencapai puncaknya pada decade 1970an. Saat itu, akses pasar ekspor menjadi sangat sulit karena pangsa pasar terbesarnya, yaitu Inggris telah bergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa, Selain itu, kenaikan harga minyak dunia pada 1973 dan 1974 secara bersamaan berperan dalam jatuhnya pendapatan nasional dari kegiatan ekspor.

Sebagaimana yang sewajarnya dilakukan oleh negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD ), kebijakan ekonomi Selandia Baru secara mendasar ditujukan untuk memelihara aktivitas ekonomi tingkat tinggi dan full employment. Proteksi yang terlalu ketat pada industri domestic secara luas turut serta menurunkan tingkat kompetisi dan kemampuan ekonomi untuk beradaptasi dengan dinamika ekonomi internasional. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1984, dikeluarkan kebijakan reformasi ekonomi dan deregulasi pasar. Di level makro ekonomi, kebijakan ditujukan untuk meraih angka inflasi rendah. Sedangkan reformasi level mikro ekonomi, posisi fiscal menjadi penekanan dalam kebijakan-kebijakannya. Reformasi ekonomi ini meliputi pemberlakuan floating exchange rate, pengurangan kontrol pada pergerakan capital dan harga, penghentian industry assistance, deregulasi ekonomi, korporasi, privatisasi dan legislasi buruh. Legislasi buruh ini ditujukan untuk menyediakan pola gaji yang lebih fleksibel.

Kebijakan reformasi ini berhasil membawa angin segar bagi performa perekonomian nasional Selandia Baru. Dimulai pada tahun 1991, ekonomi mulai tumbuh dan puncaknya pada 1993 sampai tahun 1996, GDP tahunan secara pasti meningkat 6.8%. Perkembangan selanjutnya tidak menunjukkan fluktuasi yang tinggi seperti di tahun-tahun sebelumnya. Krisis 1997 dan 2008 tidak terlalu menganggu aktivitas perekonomian negara ini. GDP bergerak pada level 3.5%, 4.5% hingga 5.2%, kecuali pada tahun 2006, sempat terjadi penurunan GDP hingga 9.3% .

Perkembangan ekonomi kontemporer Selandia Baru ditandai dengan masa kekeringan pada 2007/2008 dan kenaikan harga minyak dunia yang mengakibatkan menurunnya produktivitas hasil peternakan dan agrikultur. Pertumbuhan ekonomi bergerak dalam level 0.3%, 0.4% hingga 1.7%. Secara garis besar, perekonomian Selandia Baru masa ini lebih dipengaruhi oleh dinamika ekonomi internasional terutama sejak dikeluarkannya kebijakan deregulasi pasar tahun 1980an. Namun, relasi ekonomi yang kuat antara Australia dan Selandia Baru menyebabkan arus perdagangan didominasi oleh hubungan ini. Selandia Baru dan Australia terlibat dalam kerjasama "Closer Economic Relations" (CER), dimana perdagangan bebas diberlakukan bagi keduanya.

Sejak 1990, CER menciptakan pasar tunggal bagi 22 juta orang dan ini merupakan kesempatan baru bagi eksporter Selandia Baru. Saat ini Australia merupakan tujuan dari 25% ekspor Selandia Baru, dibandingkan dengan 14% di tahun 1983. Disamping itu, Selandia Baru juga melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Singapura sejak tahun 2001. Pada bulan juli 2005, keduanya Sepakat membentuk Trans-Pacific Strategic Economic Partnership (TPP) dengan Chili dan Brunai Darussalam. Kemudian pada 22 september 2008, Amerika Serikat bergabung dalam TPP. Tahun 2005, Selandia Baru menjajaki kesepakatan perdagangan bebas dengan Thailand. Dua tahun setelah itu, Selandia Baru menandatangani kerjasama perdagangan bebas dengan China dan membentuk the Gulf Cooperation Council (GCC), kesepakatan kerjasama dengan negara-negara teluk (Saudi Arabia, Kuwait, Bahrain, Qatar, the United Arab Emirates, dan Oman). Negara ini juga menyepakati perjanjian ekonomi bilateral dengan Korea Selatan dan Jepang.

Kesimpulan dan Analisis

Keberhasilan Selandia Baru dalam meningkatkan strata ekonominya dalam hubungan internasional tidak lepas dari peranan pemerintah dan masyarakatnya. Terletak pada jalur strategis perdagangan dunia dengan potensi sumber daya manusia dan alam yang menjanjikan membuat negara ini secara mendasar siap untuk berkompetisi. Selain itu, citra sebagai negara pelopor perdagangan bebas semakin meningkatkan posisi tawar Selandia Baru dalam aspek ekonomi.

GDP Selandia Baru yang besar didukung oleh situasi pemerintahan yang sangat stabil sejak awal abad 19 memberikan negara ini kesempatan lebih besar dalam upaya meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Namun selain yang telah penulis jelaskan diatas, tampaknya kehadiran Partai Buruh yang mendominasi lingkungan pemerintahan juga ikut berperan bagi terjaminnya kesejahteraan di negara ini. Keberhasilan partai buruh dalam menanamkan dasar pemerintahan yang hirau pada isu-isu sosial termasuk jaminan sosial yang cukup komprehensif, program pekerjaan umum, upah dasar minimum, dan 40 jam pekan kerja merupakan titik awal pencapaian ekonomi hingga saat ini. Keberhasilan Selandia Baru ini dapat menjadi pelajaran bagi negara lain bahwa stabilitas internal (politik dan sosial) adalah hal yang mutlak diperlukan jika mereka menginginkan peningkatan dalam aspek ekonomi.

Souces :
NEW ZEALAND Economic and Fiancial Overview 2009 dalam www.treasury.govt.nz. (diakses pada 23 november 2009)
http://www.stats.govt.nz/browse_for_stats/work_income_and_spending/Employment/LinkedEmployer-EmployeeData_MRSep08qtr.aspx (diakses pada 23 november 2009)
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/nz.html (diakses pada 23 november 2009)
http://www.selandiabaru.net (diakses pada 23 november 2009)
OECD Country Website. http://www.oecd.org/countries/0,3351,en_33873108_33844430.html (diakses pada 4 desember 2009)

1 komentar:

  1. Bendera menjadi permasalahan nasional di negara Selandia Baru saat ini. Dilansir dari website iyaa.com, Perdana Menteri Selandia Baru John Key mengumumkan rencana referendum terkait penggunaan bendera negara itu sebagai bendera nasional.

    BalasHapus